Saham
menurut perspektif syariah
Oleh:
Siti Nur Fitriah
I.
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang
Perkembangan kehidupan dewasa ini sangat amat berkembang pesat,
terutama dalam hal perekonomian. Banyak inovasi-inovasi yang dilakukan manusia
demi untuk memenuhi kebutuhannya. Dikarenakan setiap manusia memerlukan harta
untuk mencukupi segala yang dibutuhkan dalam hidupnya. Salah satunya adalah
melalui kegiatan investasi dipasar modal, khususnya saham.
Saham adalah surat berharga keuangan yang diterbitkan oleh suatu
perusahaan saham patungan sebagai suatu alat untuk meningkatkan modal jangka
panjang. Para penbeli saham membayarkan uang pada perusahaan melalui bursa efek
dan mereka menerima sebuah sertifikat saham sebagai tanda bukti kepemilikan
mereka atas saham-saham dan kepemilikan mereka dicatat dalam daftar saham
perusahaan. Para pemegang saham dari sebuah perusahaan merupakan
pemilik-pemilik yang disahkan secara hukum dan berhak untuk mendapatkan bagian
dari laba yang diperoleh perusahaan dalam bentuk deviden.[1]
b.
Rumusan
Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas, maka pemakalah akhirnya
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Pengertian
Saham
2.
Dasar
Hukum
3.
Praktek
Lapangan (Aplikasi)
4.
Pandangan
Hukum Islam Terhadap Jual-Beli Saham
5.
Telaah
Kritis
I.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Saham
Dalam bahasa Belanda saham disebut “aandeel”, dan dalam
bahasa Inggris disebut dengan ”share”, dalam bahasa Jerman disebut
“aktie”, dan dalam bahasa Perancis disebut “action”. Semua istilah
ini mempunyai arti surat berharga yang mencantumkan kata “saham”
didalamnya sebagai tanda bukti pemilikan sebagian dari modal perseroan.[2]
Saham adalah surat bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang
melakukan penawaran umum (go public) dalam nominal dan porsentase
tertentu. Sementara itu, saham adalah jumlah satuan dari modal kooperatif yang
sama jumlahnya bisa diputar dengan berbagai cara berdagang, dan harganya bisa
berubah sewaktu-waktu tergantung keuntungan dan kerugian atau kinerja perusahaan
tersebut.[3]
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa saham
menunjukkan kepemilikan atas suatu perusahaan dan memberikan hak kepada
pemiliknya. Kepemilikan tersebut memberikan kontribusi kepada pemegangnya
berupa return yang dapat diperolehnya, yaitu keuntungan modal (Capital
gain) atas saham yang memiliki harga jual lebih tinggi dari pada harga
belinya, atau deviden atas saham tersebut. Disamping hak lainnya Non-finansial-benefit
berupa hak suara dalam RUPS. Peluang untuk mendapatkan return dari capital
gain ini memotifasi para investor untuk meelakukan perdagangan saham
dipasar modal (Bursa Efek).[4]
Tentang saham ini, diatur dalam pasal 40, 41, 42, 43 KUHD.
2.
Dasar Hukum
Jual-beli saham dalam islam pada dasarnya adalah merupakan bentuk Syirkah
mudhorabah, diantara para pengusaha dan pemilik modal sama-sama berusaha
yang nantinya hasilnya bisa dibagi bersama. Mudharabah, merupakan teknik
pendanaan dimana pemilik modal menyediakan dana untuk digunakan oleh unit
deficit dalam kegiatan produktif dengan dasar Loss and profit shearing.[5]
Dalil naqli tentang saham (mudharabah), Firman Allah swa dalam Q.S.
Al-Muzammil: 20)
علم أن سيكون
منكم مرض وءاخرون يضربون في اللأرض يبتغون من فضل الله
Artinya: “Dia mengetahui bahwa aka nada diantara kamu
orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari
sebagian karunia Allah swt” (Q.S. Al-Muzammil: 20)
Kata al-Darbh, disebut juga Qiradh, yang berasal dari
kata Qardhu, berarti al-Qath’u (potongan) karena pemilik memotong
sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh keuntungan. Menurut
para Fuqhaha Mudharabah adalah akad antara dua pihak yang saling
menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan.
Dalam kumpulan fatwa DSN Saudi Arabia yang yang diketuai Oleh Syaih
Abdul Aziz Ibnu Abdillah Ibnu Baz Jilid 13 (tiga belas) Bab Jual beli (JH9)
Halaman 20-321 fatwa nomor 4016 dan 5149 tentang hukum jual beli saham
dinyatakan sebagai berikut:
جاز بيعها وشراوها
بثمن وانما تمثل آرضا آوسيارات أوعمارات أونحو ذلك اذا كانت الأ سهم لا تمثل نقودا
تمثيلا كليا أوغالبا لعمو أدله جواز البيع والشراء حال أموًجل علي دفعه أودفعات
Artinya: “Jika saham yang diperjualbelikan tidak serupa dengan
uang secar utuh apa adanya, akan tetapi hanya refresentasi dari aset seperti
tanah, mobil pabrik dan lain sejenisnya. Dan hal tersebut merupakan hal yang
telah diketahui oleh penjual dan pembeli, maka dibolehkan hukumnya untuk
diperjual-belikan dengan tunai maupun tangguh, yang dibayar secara kontan ataupun
beberapa kali pembayaran, berdasarkan keumuman dalil tentang dibolehkannya
jual-beli.[6]
Dengan demikian, jual beli saham dengan niat dan tujuan memperoleh
penambahan modal, memperoleh aset likuid maupun pengharapan deviden, dengan
memilikinya sampai jatuh tempo, dapat difungsikan sewaktu-waktu, dapat
diperjual-belikan untuk mendapatkan keuntungan capital gain, hukumnya adalah
boleh selama usahanya dalam hal yang halal, tidak melanggar syariat, dan tidak
dijadikan sebagai alat spekulasi.
3.
Praktek Lapangan (Aplikasi)
Dalam ajaran Islam, aturan pasar modal harus dibuat sedemikian rupa
untuk menjadikan tindakan spekulasi sebagai sebuah bisnis yang tidak menarik.
Untuk itu, prosedur pembelian/penjualan saham secara langsung tidak
diperkenankan. Prosedurnya, setiap perusahaan yang memiliki kuota saham
tertentu memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa, untuk membuat deal
atas sahamnya. Tugas agen ini adalah mempertemukan perusahaan tersebut dengan
calon investor, danbukan membeli atau menjualnya secara langsung.
Sekilas gambaran umum (aplikasi) proses jual beli saham, sebagai
berikut:[7]
1)
Menjadi
Nasabah di Perusahaan Efek
Pada bagian ini, seorang yang akan menjadi investor terlebih dahulu
menjadi nasabah atau membuka rekening disalah satu pialang atau bursa efek.
Setelah resmi terdaftar, maka investor dapat melakukan transaksi
2)
Pesanan
dari Nasabah
Kegiatan jual beli saham diawali dengan intruksi yang disampaikana
investor kepada pialang. Pada tahap ini, perintah atau pemesan dapat dilakukan
secara langsung dimana investor datang kekantor pialang atau pesanan
disampaikan melalui sarana komunikasi seperti telepon, faks atau sarana
komunikasi nilai lainnya.
3)
Pesanan
diteruskan ke Floor Trader
Setiap pesanan yang masuk kepialang selanjutnya akan diteruskan ke
petugas pialang yang berada dilantai bursa.
4)
Peasanan
Dimasukkan ke JATS
Floor Trader akan memasukkan
semua pesanan yang diterimanya kedalam siten computer JATS. Di lantai bursa,
terdapat lebih dari 400 terminal JATS yang menjadi sarana entry pesanan dari
nasabah. Seluruh pesanan yang masuk ke system JATS dapat dipantau oleh floor
trader, petugas dikantor pialang, atau siapa saja yang memiliki / menyewa
system informasi bursa. Dalam tahap ini, terdapat komunikasi aktif antar piha
pialang dan investor agar dapat terpenuhi tujuan pesanan yang disampaikan
investor, untuk membeli maupun menjual. Untuk tahap ini, berdasarkan perintah
investor floor trader melakukan beberapa perubahan pesanan, seperti:
perubahan harga penawaran, dsb.
5)
Transaksi
terjadi (matched)
Pada tahap ini, pesanan yang dimasukkan kesistem JATS bertemu
dengan harga yang sesuai dan tercatat dalam system JATS sebagai transaksi yang
telah terjadi (matched). Dalam arti sebuah pesana beli atau jual telah bertemu
dengan harga yang cocok. Pada tahap ini, pihak floor trader atau petugas
dikantor pialang akan memberikan informasi kepada investor bahwa pesanan yang
disampaikan telah terpenuhi.
6)
Penyelesaian
Transaksi (settlement)
Tahap akhir dari sebuah siklus transaksi adalah penyelesaian
transaksi atau sering disebut settlement. Investor tidak otomatis
mendapatkan hak-haknya, karena pada tahap ini dibutuhkan beberapa proses
seperti kliring, pemindahbukuan, dll, hingga akhrnya hak-hak investor
terpenuhi, seperti investor yang menjual saham akan mendapat uang dan yanag
melakukan pembelian akan mendapatkan saham. Di BEJ proses penyelesaian
transaaksi berlangsung selam tiga hari bursa. Artinya jika melakukan transaksi
hari ini (T), maka hak-hak kita akan dipenuhi selama tiga hari berikutnya, atau
dikenal dengan istilah T + 3.
7)
Pada
hari akhir
Bagaian contracting menerima rekap transaksi dari dealer memproses
transaksi nasabah, dan mengirimkan informasi transaksi ke nasabah.
Sebagaimana telah diuraikan diatas, pada umumnya saham-saham yang
diterbitkan oleh perusahaan yang melakukan penawaran, ada dua maca saham yaitu:
« Saham biasa (common stok) adalah saham yang menempatkan pemiliknya
paling junior atau paling akhir terhadap pembagian deviden dan hak atas
kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
« Saham istimewa (preferred stok) adalah saham yang memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, lebih aman karena
memiliki hak klaim terhadap kekayaan perusahaan dan pembayaran deviden
didahulukan saham ini sulit diperjualbelikan sebab pemiliknya sedikit.
« Dan masih banyak lagi, seperti: saham yang dicap, sahan tukar,
saham tanpa suara, saham tanpa pari, saham preferrent unggul, sahan preferrent
partisifasi, saham pendiri, saham pegawai, saham bonus, Dll.
Saat ini, harga saham ditentukan
oleh kekuatan supply dan demand. Sedangkan dalam aturan Islam, penentuan harga
saham berbeda dengan penentuan harga seperti yang terjadi pada saat ini. Jika
kita melihat balance sheet dari joint stock company, maka
terlihat bahwa aset sama dengan modal saham ditambah dengan kewajiban. Aset
tersebut merupakan representasi dari modal, dimana kewajiban diasumsikan sama
dengan nol.
Sehingga, sertifikat sahamnya
memiliki nilai tertentu, dimana nilainya akan sama dengan nilai asetnya. Setiap
harga saham yang di atas atau di bawah nilai asetnya, tidak menunjukkan kondisi sesungguhnya. Tetapi
kekuatan pasar mampu
membuat harga saham tersebut berada di atas/di bawah nilai asetnya. Dalam
pandangan Islam, untuk mencegah terjadinya distorsi ini, harga saham harus sesuai dengan nilai
intrinsiknya.
Adapun formula perhitungannya
adalah: harga saham sama dengan modal saham + keuntungan - kerugian + akumulasi keuntungan - akumulasi
kerugian, yang
kesemuanya dibagi dengan jumlah saham.[8]
4.
Pandangan Hukum Islam Terhadap Jual-Beli
Para ahli hukum islam berbeda pendapat dalam praktek jual beli
saham. Sebagian dari mereka memperbolehkan transaksi jual beli saham dan
sebagian lagi tidak memperbolehkannya dalam system ekonomi syariah.
Bagi mereka yang memperbolehkan mengadakan jual beli saham
memberikan argumentasi bahwa saham sesuai dengan terminology yang merekat
padanya, maka saham yang dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah bukti
kepemilikan atas perusahaan tertentu yang berbentuk asset. Logika tersebut
dijadikan dasar pemikiran bahwa saham dapat diperjualbelikan sebagaimana
layaknya barang.
Aturan dan norma jual beli saham tentu mengacu pada pedoman jual
beli barang pada umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek,
‘at-Taradhin, serta terhindar dari unsure maisir, gharar, riba, dhulm, ghisy,
dan najasy. Praktek forward contract, short selling, option, insider
trading, “penggorengan” saham pada pasar modal.
Selain hal-hal tersebut, konsep preferrent stok juga
cenderung tidak diperbolehkan secara syariah karena dua alasan yang dapat
diterima secara konsep syariah, dua alasan tersebut adalah: Pertama,
adanya keuntungan tetap, yang dikatagorikan oleh kalangan ulama sebagai riba. Kedua,
pemilik saham prefeerent mendapatkan hak istimewa terutama saat perusahaan
dilikuidiasi. Hal tersebut dianggap mengandung unsure ketidakadilan.[9]
Namun, dengan adanya fatwa-fatwa ulama kontemporer tentang jual
beli saham seperti yang telah tertera pada pembahasan dasar hukum diatas,
semakin memperkuat landasan akan bolehnya jual beli saham. Selai fatwa tersebut
fatwa DSN Indonesia juga telah memutuskan akan bolehnya jual beli saham,
berdasar prinsip syariah. (Fatwa DSN-MUI No.40/DSN-MUI/2003).
5.
Telaah Kritis
Para pakar kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya
memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak dibidang
usaha yang haram, namun ada beberapa pendapat jika saham yang diperdagangkana
di pasar modal itu dari perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang halal,
Misyalnya transportasi, komunikasi, produksi tekstil, dan lain-lain. Ada
sebagian dari mereka yang membolehkan transaksi jual beli saham dan ada pula
yang tidak membolehkannya.
Para fuqaha yang mengkritisi transaksi jual beli saham memberikan
beberapa argumentasi yang diantaranya sebagai berikut:
a.
Saham
dipakai sebagai layaknya obligasi, dimana saham merupakan utang perusahaan
terhadap investor yang harus dikembalikan, maka dari itu memperjual belikannya
juga sama hukumnya dengan jual beli hutang yang dilarang syariah.
b.
Banyak
praktek jual beli penipuan (najasi) di buesa efek.
c.
Para
pembelisaham (investor) keluar dan masuk tanpa diketahui loeh seluruh pemegang
saham.
d.
Transaksi
jual beli saham dianggap batal secara hukum, karena dalam transaksi tersebut
tidak mengimplementasikan prinsif pertukaran (sharf)
e.
Adanya
unsur ketidakpastian (jahalah) dalam jual beli saham karena pembeli tidak
mengetahui secara persis spesifikasi barang.
Seperti
Sabda Rasul: “Jangan kamu membeli ikan dalam air kiarena sesungguhnya jual
beli yang demikian itu melindungi penipuan. (HR. Ahmad bin Hambal dan
Al-Baihaqi dari Ibnu Mas’ud)
f.
Nilai
saham tiap tahunnya selali berubah mengikuti kondisi bursa saham, tidak bisa
ditetapkan pada suatu harga tertentu. Untuk itu saham-saham tidak dikatakan
sebagi pembayaran nilai saat pendirian perusahaan.[10]
II.
PENUTUP
Kesimpulan
Jual beli saham para era kontemporer ini, menurut para ulama
hukumnya boleh-boleh saja selama Aturan dan norma jual beli saham mengacu pada
pedoman jual beli barang pada umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek,
‘at-Taradhin. Dan yang paling penting adalah terhindar dari unsure maisir,
gharar, riba, dhulm, ghisy, dan najasy.
III.
DAFTAR
PUSTAKA
Huda, Nurul dan
Edwin, Mustafa., 2007. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta:
Kencana Perdana Media Group.
Manan, Abdul.,
2009 Aspek Hukum dalam
Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indinesia, Jakarta:Kencana
Yuliana, Indah.,
2010. INVESTASI “Produk Keuangan Syariah”. Malang: UIN-MALIKI PRESS
Sibly, M.Roem. 2007. Spekulasi
Dalam Pasar Saham, La_Riba “Jurnal Ekonomi Islam. Jakaarta: Universitas
Islam Indonesia. pdf.
[1]
Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.HUM. Aspek Hukum dalam
Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indinesia, Penerbit:
Kencana (Jakarta:2009) Hlm.93
[2]
Ibid.
[3]
Indah Yuliana, S.E., M.M. INVESTASI “Produk Keuangan Syariah” Penerbit:
UIN-MALIKI PRESS (Malang:2010) Hlm.59
[4]
Ibid. Hlm.59-60
[5]
Ibid. Hlm.78
[6]
Ibid. Hlm.80
[7]
Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.HUM. Aspek Hukum dalam
Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indinesia, Penerbit:
Kencana (Jakarta:2009) Hlm.99
[8]
M.Roem Sibly, Spekulasi Dalam Pasar Saham, La_Riba “Jurnal Ekonomi Islam
(UII:2007)pdf. Hlm.5
[9]
[9]
Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.HUM. Aspek Hukum dalam
Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indinesia, Penerbit:
Kencana (Jakarta:2009) hlm. 110
[10]
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasutioan, Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Penerbit:
Kencana Perdana Media Group (Jakarta:2007) Hlm.64